Dhokla, Kue Khas India

Dhokla

Kali ini saya akan menulis tentang sebuah makanan lagi. Pertama, saya mau nanya nih kepada pembaca, pada nonton 3 Idiots kan? Film Bollywood terkenal yang satu itu emang sangat inspiratif. Ga cuma buat urusan kemahasiswaan, kreativitas, sains, persahabatan, ternyata film ini menjadi referensi makanan juga buat saya! Hah, kok bisa?? Inget scene ini?

Pia, Rancho, and Dhokla

Rancho (Wangdu): “Tunggu, makan dhokla dulu deh.”

Pia: “Kalian orang2 Gujarat lucu ya, tapi kok kenapa nama makanan kalian kedengarannya bahaya?”

Ini yang lebih keliatan lagi…

Dhokla n' Chutney

Makanan sederhana, pembasmi orang2 kikir (cuma yang nonton film 3 Idiots yang ngerti maksudnya).

Intinya, saya mau membahas makanan India yang bernama dhokla. Makanan khas India bagian barat ini katanya enak buat sarapan atau buat sesi ngemil. Makanan ini dibuat dari tepung kacang Arab yang difermentasikan. Untuk penyajian, dhokla biasanya lengkap dengan potongan daun ketumbar, biji ketumbar, cabe hijau (serasa makan tahu Sumedang), atau kadang dengan saus chutney yang terbuat dari yoghurt dan daun mint yang diblender.

Cerita soal gimana saya kok bisa makan makanan itu berasal dari perjalanan saya di Singapura. Pagi itu, saya bosan sekali dan memutuskan buat jalan2. Sebenarnya saya sedang menunggu waktu sore, karena saya diberi arahan dosen saya, Bu Totik untuk menghadap Prof. Tet Fatt Chia dari NIE NTU. Karena arahan tugas ini, saya akhirnya ke Singapura selama 3 hari dan tinggal di daerah sekitar jalan Thompson di sebuah apartmen. Bosan, pagi itu saya berkelana ke Ngee Ann City di Orchard Road untuk sekedar membeli buku bacaan dan referensi proyek penelitian saya, terus menuju misi saya secara personal di Singapura. Apa itu? Jalan2 dan cari makan? Bukan! Saya waktu itu mau beli DVD game Portal 2 di Sim Lim Square dekat kawasan Bugis dan Little India.

Karena waktu itu saya belum terlalu akrab dengan kawasan itu, saya pun turun dari bis di dekat pasar (harusnya saya cukup sampe MacKenzie Road terus jalan dikit, ini bablas sampe lewat perempatan utama). Tapi apa salahnya jalan2 dulu, toh waktu masih menunjukkan jam 10:40 pagi (waktu UTC + 8, Singapura, 1 jam lebih dulu dari Jakarta… janji dengan professor jam 3 sore). Akhirnya saya pun melangkah melintasi pasar yang aromanya cukup semerbak. Wangi dupa, bunga, dan bumbu2 India bercampur di udara. Menyadari bahwa saya jalan menjauhi lokasi tujuan, saya pun menyeberang untuk berjalan di trotoar seberangnya. Melihat2 ke sekitar, dan saya melihat sebuah kedai kecil India yang nampaknya menjual cemilan2. Saya melihat ada makanan mirip perkedel tapi agak mirip juga sama rempeyek (saya lupa apa namanya) dan di sebelahnya… ada dhokla! Penasaran, saya pun membelinya 2 potong. Harganya sekitar SGD 2 kalo gak salah per potong. Lucunya, saya beli ini serasa beli gorengan karena bungkusnya yang ala kadarnya.

1 jam kemudian, saya akhirnya berhasil membeli game yang saya mau dan kembali ke apartmen. Pas sekali, waktu makan siang!

Sambil memutar lagu “Aal Izz Well” yang merupakan lagu dari 3 Idiots, saya pun mencicipi makanan ini. Begitu saya keluarkan dari kemasan, makanan ini… teksturnya terasa seperti kue spons dan berminyak (bahkan minyaknya kemana2 di plastik pembungkusnya) dan baunya seperti… serius… baunya seperti tahu Sumedang yang abis digoreng! Beneran, lama2 saya menyebut ini tahu Sumedang khas India deh. Udah mirip, pake cabe ijo lagi makannya! Sekarang, saatnya mencoba rasanya.

Nyemm… hmm? Tekstur dalamnya juga seperti kue spons. Rasanya yang unik. Karena emang dibuat dari kacang juga (bukan kedelai tapi kacang Arab atau chickpea), rasanya emang seperti tahu Sumedang, lebih tepatnya bagian kulitnya yang gurih, tapi lebih manis dan dengan sedikit sentuhan rasa ketumbar. Awalnya memang agak aneh, tapi sejujurnya bikin nagih. Hmmm, sayang aja sih ga ada saus chutney seperti yang ada di dalam film.

Ternyata nyasar di tempat ini bisa nambah referensi makanan juga. Lumayan lah, lain kali saya mau coba main2 ke area lebih dalam lagi.

Gak nyangka, 3 Idiots emang nunjukkin ke saya kalo dhokla itu emang perlu dicoba dan emang rasanya unik juga!

Penulis: Dr. Adhityo Wicaksono

Adhityo Wicaksono, biasa dipanggil, Adhit. Peneliti biologi interdisipliner dari Indonesia. Tukang makan dan berburu meme. Kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk gelar Sarjana Sains (SSi) di bidang Biologi, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk gelar Magister Sains (MSc) di bidang Pemuliaan Tanaman. Juga lulus dengan gelar Ph.D di bidang Teknik Kimia, subjek Biomekanika dan Biomimetika di Åbo Akademi University, Finlandia. Saat ini kerja sebagai Peneliti Pascadoktoral di Dept. Biokimia, Fakultas Sains, Chulalongkorn University, Thailand. Peminat biologi dan molekular biologi tumbuhan, khususnya melalui bidang bioinformatika, omika, dan biologi komputasi. Suka fisika, namun masih stres dengan rumus-rumusnya.

Satu komentar pada “Dhokla, Kue Khas India”

Tinggalkan komentar

Daisies and Weapons Journal

opinions, thoughts, experiences in a simple journal.

Learning The Blues

Be blue, be smart

Bunny Eats Design

Happy things, tasty food and good design

Cooking in the Archives

Updating Early Modern Recipes (1600-1800) in a Modern Kitchen

sapereaude

Go ahead dear Beloved, ping-pong Me as You please..

Mawi Wijna on WordPress

Just another Wijna's weblog

ARief's

just one of my ways to make history

mechacurious

curiosity on mechanical stuff, hobbies, and some more...

ramdhinidwita

Please Correct Me If I am Wrong

Ganarfirmannanda's Blog

Just another WordPress.com weblog

My Life in Europe

because studying abroad isn't always about studying.

Silent Servant's Journey

A Simple Way to Serve The Best

Being Slaved by Figures

one figure at a time

the bakeshop

bread hunter + cycling + travelling + urban ecology + architecture + design

Hari Prasetyo's Blog

Just super stories of my life