Kefir, Minuman Probiotik Kompleks Dari Pegunungan Kaukasus

Glass of Kefir

Minum susu, itu udah hal yang umum. Minuman yang berasal dari kelenjar susu mamalia, khususnya sapi itu adalah bagian dari 4 sehat 5 sempurna karena kandungan gizinya yang oke. Sayangnya banyak orang takut gemuk atau nggak bisa minum minuman sehat ini karena masalah intoleransi laktosa yang membuat mereka “ngeluarin gas” saat minum susu atau produk berlaktosa lainnya. Unungnya, susu ini adalah salah satu bahan makanan (dan minuman pastinya) yang paling bisa diotak-atik. Bisa dibuat jadi susu rendah lemak, ditambah rasa, atau ditambah agen biologis (mikroba dan enzim) biar diolah jadi keju dan yoghurt. Yoghurt adalah minuman fermentasi dari susu yang diproses dengan bantuan bakteri seperti Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Di TV dan media lain, yoghurt marak digembor2kan sebagai minuman probiotik untuk membantu diet (karena ngebantu kelancaran pembuangan) dan rendah lemak (kecuali yang terus dikasih rasa macem2 dan gulanya setumpuk ya). Tapi saudara2, setelah saya ikut workshop yang diadakan pihak jurusan mikrobiologi waktu saya masih kuliah (tepatnya sekitar awal2 tahun 2011, sesi itu dipegang ama adek kelas saya dari angkatan 2008, Nina Rachminiwati) ternyata yoghurt itu ga ada apa2nya dibanding sebuah produk yang namanya kefir. Kefir adalah minuman yang berasal dari kawasan Asia Barat, sekitar Pegunungan Kaukasus. Beda ama yoghurt yang isinya cuma sekitar 3-4 macam bakteri, kefir isinya belasan macam MIKROBA… oke pembaca, saya tulis demikian karena isinya bukan cuma bakteri, tapi juga ada khamir (ragi). Penasaran? Ini liat aja di bawah ini… (sumber: Farnworth, 2005)

Bacteria in Kefir

Yeast in Kefir

Ya, saya patut bilang “wow” karena banyaknya jenis mikroba di dalam kefir. Ngebaca data ini di acara presentasi workshop pun saya antara kaget, kagum, ama serem. Serius… serem! Gimana coba ngebayangin kira minum minuman yang isinya udah kayak kumpulan mikroba yang macem2 itu?? Gak lama setelah sesi presentasi, baru saya masuk ke sesi workshop dan ngeliat peragaan (yang waktu itu dilakuin sama adek kelas saya, Indra Rudiansyah dari angkatan 2009). Pembuatannya ternyata gampang. Istilahnya tinggal encerin si bubuk kefir (kefir grain, yang isinya udah campuran mikroba), terus masukin deh ke susu. Waktu itu mereka pake susu kambing, katanya biar rasanya lebih wah, dan emang wah sih!

Besoknya saya ngebuat sendiri dari kultur kefir yang saya minta dari Nina. Cara buatnya gampang, pertama siapin susu dalam pack 1,5 L dan keluarin 100 mL, terus masukin 100 mL kultur kefir (udah cair) ke dalam pack susu dan tutup, simpan di tempat yang nggak panas dan nggak kelewat dingin. Sehari kemudian, bisa langsung diminum deh!

Emang rasanya gimana? Masam… kayak yoghurt, cuma secara tekstur agak ada busanya (namanya juga kefir, dari bahasa Turki Kuno köpür yang artinya buih), dan sensasinya agak kayak nyentuh soda di lidah, dan karena ada khamirnya maka kadang agak anget dikit. Tapi tenang, kadar alkoholnya minim BANGET (saya tegaskan karena minuman ini nggak memabukkan, kecuali kalian tambahin alkohol sendiri).

Kelebihan kefir dibanding yoghurt ada di sisi nutrisi dan sifat probiotiknya. Dari jurnal yang ditulis Farnworth (2005), beda ama yoghurt yang sekedar melancarkan pencernaan dengan kata iklan “memerangi bakteri pathogen di perut”; oke sebut yoghurt itu kalo dalam perang itu adalah bala bantuan tambahan, yang emang membantu, tapi kalo udah ya udah. Kefir itu kayak kita memasang sistem pertahanan baru yang dengan kata lain kita memperkuat pasukan kita di perut dengan mendirikan artileri2 dan persenjataan yang sifatnya menetap. Simpelnya, bakteri yoghurt cuma lewat, bakteri kefir tinggal. Selain kumpulan mikroba itu bisa membuat bakteri lain ga bisa tumbuh, kumpulan mikroba kefir juga bisa membantu pencernaan laktosa di perut kita dan karena ini orang2 yang intoleran ama laktosa bisa sangat kebantu dengan cara minum kefir ini (sumber: ScienceDaily). *ngebaca jurnal Farnworth (2005) lagi* Serius… bahkan minum kefir bisa menstimulasi sistem kekebalan tubuh dengan cara menambah efek ke sistem pertahan tubuh yang sifatnya mukosal (lendir) dengan membuat lapisan biofilm yang dibuat bakteri, bahkan kerennya lagi kefir punya kandungan polisakarida yang larut dengan air dan bersifat antitumor! Disebutkan rumor bahwa kefir punya kemampuan yang membantu metabolisme kolesterol namun sejauh ini masih akan dibuktikan.

Kefir emang lebih mahal. Selain karena agak langka (di sini), dan andai produksi massal dilakukan butuh quality checking yang lebih wah untuk menjaga keseimbangan komposisi mikroba di dalamnya. Waktu saya kuliah mikrobiologi dulu dengan dosen saya Dr. Dea Indriani Astuti (Bu Dea), beliau mengatakan bahwa kalo kita membuat minuman fermentasi dari susu dan kultur murni, terus dari minuman yang udah jadi dituang lagi ke susu lagi dan seterusnya, keseimbangan mikroba itu hanya akan bertahan sampai 3 kali transfer kultur. Gampang kalo di yoghurt karena jumlah jenis mikrobanya kecil, kalo di kefir kan banyak! Tapi mungkin seiring kemajuan teknologi dan semakin niatnya produsen2 di pasaran, produksi kefir bukan hal yang ga mungkin lagi.

Hari Sabtu lalu dan pagi ini saya menemukan sebuah kefir siap minum dalam kemasan botol plastik yang dijual di supermarket. Meneguknya, saya pun jadi ingin nulis di sini. Hehe… pembaca penasaran? Sekarang saya bilang, mending ke supermarket dan cari deh!

-AW-

Referensi:

Farnworth, E.R. (2005). “Kefir – a compex probiotic.” Food Science and Technology Bulletin: Functional Foods (1): 1-17. DOI: 10.1616/1476-2137.13938

Penulis: Dr. Adhityo Wicaksono

Adhityo Wicaksono, biasa dipanggil, Adhit. Peneliti biologi interdisipliner dari Indonesia. Tukang makan dan berburu meme. Kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk gelar Sarjana Sains (SSi) di bidang Biologi, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk gelar Magister Sains (MSc) di bidang Pemuliaan Tanaman. Juga lulus dengan gelar Ph.D di bidang Teknik Kimia, subjek Biomekanika dan Biomimetika di Åbo Akademi University, Finlandia. Saat ini kerja sebagai Peneliti Pascadoktoral di Dept. Biokimia, Fakultas Sains, Chulalongkorn University, Thailand. Peminat biologi dan molekular biologi tumbuhan, khususnya melalui bidang bioinformatika, omika, dan biologi komputasi. Suka fisika, namun masih stres dengan rumus-rumusnya.

7 tanggapan untuk “Kefir, Minuman Probiotik Kompleks Dari Pegunungan Kaukasus”

  1. Sejak awal aslinya, islam tidak pernah membicarakan alkohol tapi membicarakan khomer.
    Khomer adalah segala sesuatu yang memabukkan.

    Durian, Nanas, Sirsak, Lengkeng dll, mengandung Alkohol tapi tidak memabukkan……HALAL !
    Tape (peuyeum) mengandung Alkohol tapi tidak memabukkan………………………………..HALAL !
    Kefir Kemungkinan mengandung alkohol tapi tidak memabukkan ……………Insya Alloh HALAL !

    Bir yang 0% Alkohol, tapi memabukkan………………………………………HARAM, HARAM, HARAM !

    Kefir, Yogurt, Yakult, Vitacharm, Bio Janna dan Bio Terra bukan minuman memabukkan.

    1. Saya cukup setuju. Saya kurang mengerti bagaimana proses awal “kefir” ini. Dari yang saya pernah dengar dari dosen saya, baik yoghurt ataupun kefir dan produk fermentasi lainnya, kebanyakan sudah dipanaskan di suhu tinggi sehingga mikroba di dalamnya sudah mati.

Tinggalkan Balasan ke nina Batalkan balasan

Daisies and Weapons Journal

opinions, thoughts, experiences in a simple journal.

Learning The Blues

Be blue, be smart

Bunny Eats Design

Happy things, tasty food and good design

Cooking in the Archives

Updating Early Modern Recipes (1600-1800) in a Modern Kitchen

sapereaude

Go ahead dear Beloved, ping-pong Me as You please..

Mawi Wijna on WordPress

Just another Wijna's weblog

ARief's

just one of my ways to make history

mechacurious

curiosity on mechanical stuff, hobbies, and some more...

ramdhinidwita

Please Correct Me If I am Wrong

Ganarfirmannanda's Blog

Just another WordPress.com weblog

My Life in Europe

because studying abroad isn't always about studying.

Silent Servant's Journey

A Simple Way to Serve The Best

Being Slaved by Figures

one figure at a time

the bakeshop

bread hunter + cycling + travelling + urban ecology + architecture + design

Hari Prasetyo's Blog

Just super stories of my life